REVIEW
BUKU
KONSTRUKTIVISME SEBAGAI
SEBUAH PENDEKATAN
DALAM KAJIAN AGAMA
1. PENDAHULUAN
Dalam kesempatan kali ini, tulisan ini akan
mereview (meninjau secara analitis) salah satu sub-bab dari tiga sub-bab yang
dipilih dan terdapat dalam buku Membaca Agama Islam Sebagai Realitas
Terkonstruksi karya Bapak Masdar Hilmy MA. Ph.D yakni sub-bab “Konstruktivisme
Sebagai Sebuah Pendekatan Dalam Kajian Agama”. Dalam sub-bab ini secara umum
akan membahas tentang konstribusi Konstruktivisme dalam beberapa kajian antara
lain kajian agama (yang lebih dibahas) dan kajian di beberapa disiplin ilmu.
2. ISI
Metode Konstruktivisme dalam penulisan buku ini
mengangkat tema keagamaan. Asumsi dari penulis menyatakan bahwasannya metode
Konstruktivisme mempunyai konstribusi yang nyata. Berbagai realitas kehidupan
menggunakan sebuah terobosan metodologis dan kehadiran Konstruktivisme layak
untuk diapresiasikan. Landasan berfikir yang mendukung pendekatan ini adalah
masyarakat dari berbagai penjuru lapisan merupakan buah dari proses konstruksi
itu sendiri. Agama pun mempunyai tempat khusus dalam proses ini karena pada
dasarnya merupakan hasil konstruksi sosial penganutnya.
Definisi Konstruktivisme dalam sub-bab ini
diketahui sebagai proses merancang atau membangun segala sesuatu yang bersifat
materi-fisik maupun immateri-non-fisik. Dan didalamnya terdapat dua dimensi
yakni dimensi pertama penggunaannya sebagai realitas sosial yang notabenenya
merupakan realita yang terkonstruksi. Sedangkan, dimensi kedua konstrukstivisme
sebagai cara berfikir yang bersifat individual pada paradigma.
Anggapan dasarnya adalah adanya interaksi antara
konstruktor dan informasi yang berkesinambungan akan menambah kebenaran
Konstruktivisme dan dapat diterima oleh nalar jamak. Namun, proses ini juga
akan dianalisis dulu oleh beberapa individu dalam satu grup. Dalam tahap ini
terjadi pertukaran pendapat dengan menggunakan bahasa masing-masing hingga
akhirnya ada argumentasi yang paling beralasan sehingga dapat dijadikan sebagai
norma kebenaran yang dapat disepakati bersama. Dan itu semua terkait dengan
relativisme sendiri dalam Konstruktivisme.
Proses konstruksi sosial menurut teoritis Peter
L. Beger yang tertuang dalam buku ini membagi proses sosiologis dalam realitas
agama yang mengalami tiga tahapan yakni eksternalisasi, obyektivikasi, dan
internalisasi. Definisi dari masing-masing tahapan itu sendiri antara lain:
eksternalisasi merupakan kebutuhan antropologis bagi manusia, obyektivikasi
adalah realitas obyektif yang independennya dari pencipta, dan yang terakhir
adalah internalisasi yaitu proses pemahaman atas realitas lingkungan yang
dibangun oleh manusia dan menyerapnya ke dalam struktur kognisi dalam tiap
individu.
Penulis juga menuliskan beberapa bahasan yakni
agama sebagai realitas terkonstruksi disamping beberapa bahasan lainnya. Disini
dapat kita ketahui bahwasannya agama berperan penting dalam usa ha untuk
merancang dunianya sendiri. Agama menjadi khasanah uji coba yang sangat jelas
dalam penerapan pendekatan Konstruktivisme. Dalam perspektif Konstruktivisme
agama selalu menyajikan makna ganda dan beragam di lingkungan penganutnya.
Opini keagamaan akan mengisi ruang lingkup kehidupan melalui proses
transformasi sosial yang lama. Dan dari sini dapat dipahami bahwa proses
rekonstruksi sedang berlangsung dengan landasan logika yang sesuai dengan
situasi dan kondisi yang ada dalam masyarakat.
Selanjutnya Konstruktivisme dan pluralisme
agama, realitas agama pada dasarnya adalah fenomena sosiologis saja, terkait
dengan bagaimana proses umat beragama merekonstruksi realitas empiris di
sekelilingnya, dapat dilihat dari refleksi yang diasumsikan secara sakral.
Disini seolah-olah realitas pluralisme keagamaan. Konstruktivisme yang
menjelaskan fluktuasi dan perubahan paham keagamaan baik individual maupun
kolektif dibenarkan. Jadi terdapat hubungan yang signifikan antara
Konstruktivisme dan kearifan keagamaan, realitas yang terkonstruksi bukan dan
salah bila realitas itu yang berdiri sendiri.
·
KRITIK:
Sejatinya cara pandang Konstruktivisme masih
belum bisa dipahami dan digunakan oleh masyarakat dalam melihat masalah-masalah
yang timbul disekitarnya. Akibatnya, masyarakat belum bisa terlepas dari
keringnya sifat arif dan bijaksana dalam menghadapi berbagai proses pluralitas dalam
paham keberagamaan.
Pendekatan Konstruktivisme,
pendekatan-pendekatan lain pun sebenarnya juga sangat diperlukan. Salah satunya
pendekatan integrasi yang intinya adalah “Upaya menyatukan (bukan sekedar
menggabungkan) wahyu Tuhan dan temuan pikiran manusia (ilmu-ilmu
integralistik), tidak mengucilkan Tuhan (sekulerisme) atau mengucilkan manusia
(otter worldly ascetianism) sebagaimana disampaikan oleh Kuntowijoyo.
Berkaitan dengan integrasi, diperlukan pula integrasi yang valid, menyebut
kecenderungan pencocok-cocokan secara dangkal ayat-ayat kitab suci dan
temuan-temuan ilmiah.
Pernyataan antara integrasi dan konstruktif juga
diperlukan mengingat integrasi akan menghasilkan konstribusi baru yang tidak
diperoleh bila keduanya terpisah. Atau bahkan integrasi diperlukan untuk
menghindari dampak negatif yang mungkin muncul jika keduanya berjalan
sendiri-sendiri. Dengan demikian kita dapat menyebutnya pendekatan
integratif-interkonektif merupakan pendekatan yang tidak akan saling melumatkan
dan peleburan antara keilmuan umum dan agama.
Jika hanya mengandalkan pendekatan
Konstruktivisme sebagaimana yang dinyatakan penulis, dimana kita hanya
membangun dan merancang berarti sia-sia saja. Karena sebelum merancang segala
sesuatu kita harus mempunyai tolak uk ur berupa pengalaman (bisa
dikatakan pendekatan historis) sehingga kita tidak akan mengulangi kesalahan
yang sama dan dalam proses rekonstruksi tersebut. Begitupun juga agar sebuah
kajian berjalan dan tidak terputus kita perlu mengkombinasikan beberapa pendekatan
tentunya dengan mempermudah dalam mencari titik persamaan-perbedaan serta
karakteristiknya untuk mengukus rancangan sehingga kajian lebih mendalam dan
komperehensif.
·
SARAN:
Penulis akan lebih menimbulkan gejolak dalam
hati pembaca jika mampu mengkombinasikan berbagai pendekatan-pendekatan
tersebut. Menambahkan beberapa contoh kongkret dalam pembahasan akan lebih
mempunyai stimurun dari pada hanya menyajikan teori-teori yang sulit untuk
dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Dalam
penggunaan pendekatan Konstruktivisme menarik bila kita mengutip tulisan Amin
Abdullah yang intinya sebelum merekonstruksi kita harus mempunyai fundamental,
sehingga apabila telah mempunyai asumsi-asumsi dasar dan kerangka teori yang
digunakan oleh bangunan keilmuan tersebut serta implikasinya dan konsekuensi.
Pada wilayah praktis sosial-keagamaan. Tulisan penulis juga akan lebih berwarna
jika mampu memadukan antara ilmu sains dan keagamaan dan pengaruhnya pada
pembaca lebih nyata karena sesuai dengan masa pada saat ini.
3.PENUTUP
Namun, begitu pun juga hadirnya buku ini
menyumbang konstribusi yang sangat bermanfaat. Mengingatkan kita untuk
melakukan perancangan terhadap segala sesuatu yang akan dilakukan, sehingga
hasil maksimal yang diinginkan akan terealisasi dan menciptakan masyarakat yang
berkompeten dalam kehidupannya. Pengantar pembukaan ini pun pasti tidak terlalu
bertele-tele, sehingga pembaca tidak kesulitan saat mulai masuk dalam pemahaman
awal. Bagi masyarakat umum, disarankan untuk membaca agar mereka terlepas dari truth
claim yang diselingi oleh tindakan monokulturasi yang menimbulkan efek negatif
bagi diri mereka sendiri. Sudah seharusnya tulisan ini menjadi inspirasi dalam
mengkritisi perbedaan dalam pemahaman keagamaan yang beraneka ragam seperti di Indonesia ,
menuju perubahan dalam realitas kemajuan yang sesungguhnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar