Senin, 16 April 2012

REVIEW BUKU


REVIEW BUKU


KONSTRUKTIVISME SEBAGAI SEBUAH PENDEKATAN
DALAM KAJIAN AGAMA
1.      PENDAHULUAN
Dalam kesempatan kali ini, tulisan ini akan mereview (meninjau secara analitis) salah satu sub-bab dari tiga sub-bab yang dipilih dan terdapat dalam buku Membaca Agama Islam Sebagai Realitas Terkonstruksi karya Bapak Masdar Hilmy MA. Ph.D yakni sub-bab “Konstruktivisme Sebagai Sebuah Pendekatan Dalam Kajian Agama”. Dalam sub-bab ini secara umum akan membahas tentang konstribusi Konstruktivisme dalam beberapa kajian antara lain kajian agama (yang lebih dibahas) dan kajian di beberapa disiplin ilmu.
2.   ISI
Metode Konstruktivisme dalam penulisan buku ini mengangkat tema keagamaan. Asumsi dari penulis menyatakan bahwasannya metode Konstruktivisme mempunyai konstribusi yang nyata. Berbagai realitas kehidupan menggunakan sebuah terobosan metodologis dan kehadiran Konstruktivisme layak untuk diapresiasikan. Landasan berfikir yang mendukung pendekatan ini adalah masyarakat dari berbagai penjuru lapisan merupakan buah dari proses konstruksi itu sendiri. Agama pun mempunyai tempat khusus dalam proses ini karena pada dasarnya merupakan hasil konstruksi sosial penganutnya.
Definisi Konstruktivisme dalam sub-bab ini diketahui sebagai proses merancang atau membangun segala sesuatu yang bersifat materi-fisik maupun immateri-non-fisik. Dan didalamnya terdapat dua dimensi yakni dimensi pertama penggunaannya sebagai realitas sosial yang notabenenya merupakan realita yang terkonstruksi. Sedangkan, dimensi kedua konstrukstivisme sebagai cara berfikir yang bersifat individual pada paradigma.
Anggapan dasarnya adalah adanya interaksi antara konstruktor dan informasi yang berkesinambungan akan menambah kebenaran Konstruktivisme dan dapat diterima oleh nalar jamak. Namun, proses ini juga akan dianalisis dulu oleh beberapa individu dalam satu grup. Dalam tahap ini terjadi pertukaran pendapat dengan menggunakan bahasa masing-masing hingga akhirnya ada argumentasi yang paling beralasan sehingga dapat dijadikan sebagai norma kebenaran yang dapat disepakati bersama. Dan itu semua terkait dengan relativisme sendiri dalam Konstruktivisme.
Proses konstruksi sosial menurut teoritis Peter L. Beger yang tertuang dalam buku ini membagi proses sosiologis dalam realitas agama yang mengalami tiga tahapan yakni eksternalisasi, obyektivikasi, dan internalisasi. Definisi dari masing-masing tahapan itu sendiri antara lain: eksternalisasi merupakan kebutuhan antropologis bagi manusia, obyektivikasi adalah realitas obyektif yang independennya dari pencipta, dan yang terakhir adalah internalisasi yaitu proses pemahaman atas realitas lingkungan yang dibangun oleh manusia dan menyerapnya ke dalam struktur kognisi dalam tiap individu.
Penulis juga menuliskan beberapa bahasan yakni agama sebagai realitas terkonstruksi disamping beberapa bahasan lainnya. Disini dapat kita ketahui bahwasannya agama berperan penting dalam usaha untuk merancang dunianya sendiri. Agama menjadi khasanah uji coba yang sangat jelas dalam penerapan pendekatan Konstruktivisme. Dalam perspektif Konstruktivisme agama selalu menyajikan makna ganda dan beragam di lingkungan penganutnya. Opini keagamaan akan mengisi ruang lingkup kehidupan melalui proses transformasi sosial yang lama. Dan dari sini dapat dipahami bahwa proses rekonstruksi sedang berlangsung dengan landasan logika yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dalam masyarakat.
Selanjutnya Konstruktivisme dan pluralisme agama, realitas agama pada dasarnya adalah fenomena sosiologis saja, terkait dengan bagaimana proses umat beragama merekonstruksi realitas empiris di sekelilingnya, dapat dilihat dari refleksi yang diasumsikan secara sakral. Disini seolah-olah realitas pluralisme keagamaan. Konstruktivisme yang menjelaskan fluktuasi dan perubahan paham keagamaan baik individual maupun kolektif dibenarkan. Jadi terdapat hubungan yang signifikan antara Konstruktivisme dan kearifan keagamaan, realitas yang terkonstruksi bukan dan salah bila realitas itu yang berdiri sendiri.
·         KRITIK:
Sejatinya cara pandang Konstruktivisme masih belum bisa dipahami dan digunakan oleh masyarakat dalam melihat masalah-masalah yang timbul disekitarnya. Akibatnya, masyarakat belum bisa terlepas dari keringnya sifat arif dan bijaksana dalam menghadapi berbagai proses pluralitas dalam paham keberagamaan.
Pendekatan Konstruktivisme, pendekatan-pendekatan lain pun sebenarnya juga sangat diperlukan. Salah satunya pendekatan integrasi yang intinya adalah “Upaya menyatukan (bukan sekedar menggabungkan) wahyu Tuhan dan temuan pikiran manusia (ilmu-ilmu integralistik), tidak mengucilkan Tuhan (sekulerisme) atau mengucilkan manusia (otter worldly ascetianism) sebagaimana disampaikan oleh Kuntowijoyo. Berkaitan dengan integrasi, diperlukan pula integrasi yang valid, menyebut kecenderungan pencocok-cocokan secara dangkal ayat-ayat kitab suci dan temuan-temuan ilmiah.
Pernyataan antara integrasi dan konstruktif juga diperlukan mengingat integrasi akan menghasilkan konstribusi baru yang tidak diperoleh bila keduanya terpisah. Atau bahkan integrasi diperlukan untuk menghindari dampak negatif yang mungkin muncul jika keduanya berjalan sendiri-sendiri. Dengan demikian kita dapat menyebutnya pendekatan integratif-interkonektif merupakan pendekatan yang tidak akan saling melumatkan dan peleburan antara keilmuan umum dan agama.
Jika hanya mengandalkan pendekatan Konstruktivisme sebagaimana yang dinyatakan penulis, dimana kita hanya membangun dan merancang berarti sia-sia saja. Karena sebelum merancang segala sesuatu kita harus mempunyai tolak ukur berupa pengalaman (bisa dikatakan pendekatan historis) sehingga kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama dan dalam proses rekonstruksi tersebut. Begitupun juga agar sebuah kajian berjalan dan tidak terputus kita perlu mengkombinasikan beberapa pendekatan tentunya dengan mempermudah dalam mencari titik persamaan-perbedaan serta karakteristiknya untuk mengukus rancangan sehingga kajian lebih mendalam dan komperehensif.
·         SARAN:
Penulis akan lebih menimbulkan gejolak dalam hati pembaca jika mampu mengkombinasikan berbagai pendekatan-pendekatan tersebut. Menambahkan beberapa contoh kongkret dalam pembahasan akan lebih mempunyai stimurun dari pada hanya menyajikan teori-teori yang sulit untuk dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Dalam penggunaan pendekatan Konstruktivisme menarik bila kita mengutip tulisan Amin Abdullah yang intinya sebelum merekonstruksi kita harus mempunyai fundamental, sehingga apabila telah mempunyai asumsi-asumsi dasar dan kerangka teori yang digunakan oleh bangunan keilmuan tersebut serta implikasinya dan konsekuensi. Pada wilayah praktis sosial-keagamaan. Tulisan penulis juga akan lebih berwarna jika mampu memadukan antara ilmu sains dan keagamaan dan pengaruhnya pada pembaca lebih nyata karena sesuai dengan masa pada saat ini.
3.PENUTUP
Namun, begitu pun juga hadirnya buku ini menyumbang konstribusi yang sangat bermanfaat. Mengingatkan kita untuk melakukan perancangan terhadap segala sesuatu yang akan dilakukan, sehingga hasil maksimal yang diinginkan akan terealisasi dan menciptakan masyarakat yang berkompeten dalam kehidupannya. Pengantar pembukaan ini pun pasti tidak terlalu bertele-tele, sehingga pembaca tidak kesulitan saat mulai masuk dalam pemahaman awal. Bagi masyarakat umum, disarankan untuk membaca agar mereka terlepas dari truth claim yang diselingi oleh tindakan monokulturasi yang menimbulkan efek negatif bagi diri mereka sendiri. Sudah seharusnya tulisan ini menjadi inspirasi dalam mengkritisi perbedaan dalam pemahaman keagamaan yang beraneka ragam seperti di Indonesia, menuju perubahan dalam realitas kemajuan yang sesungguhnya     

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar