DI TANGAN PENGUASA NEGERI INI
Accomplished by
Ishmakazee Wibowo
“The journey of Girl
from Indonesia to find out her mother in the foreign country with many
problem and her ambition to introduce Indonesian language in this world”
|
qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnm
|
“IshmakazeeWibowo@gmail.com”
Di tangan penguasa negeri ini
Ia berjalan di tengah kota yang asing ,dengan
kaki telanjang ia menghancurkan gumpulan salju di sepanjang jalan yang ia
lewati.Ia tiada hentinya menyenandungkan lagu yang jadi kebanggaannya sampai
mati.
Indonesia raya
merdeka-merdeka
Tanahku
negeriku yang kucinta
Indonesia raya
merdeka-merdeka
Hiduplah
Indonesia raya.
Dia menyanyi seperti orang gila,bahkan tak peduli
ketika orang lain menggangapnya benar-benar gila.Karena pada waktu itu dia
gadis pembuat keju berambut legam ,dengan mata bulat dan kulit sawo matang
sedang berbahagia.Untuk pertama kalinya ia dalam hidupnya,ia tersenyum dan tertawa
dalam keceriaan.Tidak ada yang mampu menghentikannya,walau petugas imigrasi
yang menangkapnya sekalipun.
Petugas imigrasi itu geram,ketika gadis itu tak
mau berhenti bernyanyi.Lima menit,sepuluh menit ia tetep tak mau berhenti berbernyanyi.Petugas
imigrasi pun akhirnya menyerah tak banyak yang bisa ia lakukan untuk
menghentikan aktivitas gadis itu.Satu-satunya hal yang dapat mereka lakukan
hanyalah menyodorkan sebuah buku dan menyuruh gadis itu menuliskan nama serta
menunjukkan kartu identitasnya.Gadis itu mulai menulis,sesaat kemudian ia telah
berjalan dengan santai seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa.
Gadis itu
terus melenggang hingga akhirnya ia tiba di sebuah rumah bergaya khas
Belanda yang sungguh menggagumkan
menggambarkan yang tinggal di dalamnya bukan orang biasa.Terdengar suara orang
memanggil dari dalam rumah,
“Rose!Nyonya
memintamu datang.”
Tanpa
pikir panjang gadis itu mendorong pintu pagar dan masuk dengan gontai.
“Rose,kau
orang Indonesia kan?”
“Tak
perlu Nyonya tanyakan lagi,pasti Nyonya sudah tahu.Langsung saja katakan apa
yang Nyonya inginkan.”
“Baiklah,besok
malam partner kerja suamiku akan datang kemari,kebetulan dia pernah tinggal di
Indonesia .Ia ingin merasakan masakan Indonesia .Jadi,datanglah besok dan
buatkan aku masakan Indonesia.”
“Baiklah.”
Selama
tinggal di Belanda,Rose berusaha untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya
dengan bekerja sebagai tukang masak.Masakannya lumayan enak sehingga tidak
jarang ia menjadi langganan para Nyonya-nyonya Belanda yang malas memasak
seperti Madame Yaseline tadi..Dia sendiri selalu memasak masakan Indonesia
walaupun tinggal di Belanda.Ia
suka memasak sayur asam dengan lauk tempe atau tahu yang terkadang ia buat
sendiri.Baginya hanya saat-saat tertentu saja bisa menikmati makanan Belanda
seperti patat atau kentang goreng (orang Indonesia menyebutnya),apalagi makan
broodje met (roti dengan…).Roti yang disajikan dengan potongan keju, sedikit
sayur mayur (slada atau tomat) dan lembaran daging (smoke beef atau macam-macam
vleeswaren lainnya)selain tidak mampu membelinya Rose berfikir kalau
makanan-makanan itu tidak sehat dan tidak cocok dengan lidahnya yang ketimuran.
Selang
beberapa menit gadis itupun berlalu pergi,kini lebih muram dan tanpa senyum
sedikit pun.Dalam dirinya bergejolak perlawanan yang sangat menyakitkan.Jauh di
belahan timur dunia,ia melihat negrinya telah merdeka 66 tahun yang lalu,tapi
di belahan lainnya ia tetap tidak bisa menjadi orang yang merdeka yang mampu
memilih kehidupannya dengan bebas.Tiga setengah abad negerinya di
injak-injak dan kinipun dia harus hormat
dan membungkukkan badannya pada orang yang memberikan pekerjaan padanya di
Rotterdam ini.Bagaimanapun ia masih merasa terjajah dengan ini semua.Ada satu
perbedaan nyata yakni di Rotterdam ia menjadi Rose ,mawar dari timur yang tajam
tetapi tetap indah.Sedangkan di Indonesia ia hanyalah Rosmini gadis kampung
yang gila dan nekad.Dipandang rendah karena hanya gadis miskin anak gadis
seorang buruh tani biasa.Namun Ia membuktikan ketangguhannya ketika berhasil
menyelesaikan sekolahnya dan mendapatkan beasiswa melanjutkan kuliah di luar
negeri.
Sesaat
kakinya terasa berat padahal ia telah melepas sepatunya.Ia sadar bagaimanapun
ia mencoba melepaskan beban itu tetap saja sia-sia.Terlalu banyak yang terjadi
selama empat tahun belakangan ini.Yang bisa ia lakukan hanyalah berlari
menyongsong cita-citanya.Cita-cita yang ia gantungkan di sebuah bangunan tua
besar yang ada di depan matanya sekarang yakni universitas Leiden,Belanda
dengan berkabung di Fakultas Sastra.Tiba-tiba ia sadar inilah yang menguatkan
dan membuatnya bertahan selama ini karena ini pulalah ia merelakan
kemerdekaannya terjajah kembali.
Kini
ia mulai bangkit lagi dan telah menyelusup kebangaan di hatinya.Ia tak peduli
walau diluar sana ia hanya pembuat keju,penjual jasa cathering atau pekerja
serabutan yang lain.Yang perlu diingat adalah ketika di dalam bangunan megah
ini,dia adalah salah satu mahasiswi dan tidak ada seorang pun yang mengingkari
fakta itu.Tak terkeculi orang-orang di negerinya sekalipun.Ia yakin kelak ia
akan pulang dengan membawa kehormatan sebagai wanita terpelajar dari
Rotterdam,Belanda.Seribu mimpi menopang
semangat gadis itu.Tak terasa ada seorang pemuda yang mengikuti langkahnya,dan
tiba-tiba menyodorkan setangkai mawar merah.
“Ku
tunggu kau besok di taman kota,”ujar pemuda itu lirih.
Gadis itu tersenyum kemudian sambil berlalu ia
berkata,”Maaf,besok aku ada pekerjaan.”
Rose tak peduli bagaimana reaksi pemuda itu yang
ia pikirkan hanyalah pekerjaannya besok.Setelah mengumpulkan Draft paper nya ke Dosen ia segera pergi
ke pusat belanjaan.
Malam berikutnya,sang Nyonya dikejutkan dengan
kedatangan Rose yang tiba-tiba dengan berbagai macam bungkusan.
“Apa ini?”
“Seperti yang Nyonya minta,jadi kapan tamu akan
datang?”
“Sebentar
lagi,”suara Nyonya itu bergetar penuh kecemasan.
Dengan
cekatan gadis itu mempersiapkan semuanya.Tepat dua puluh lima menit kemudian
tamu tiba.Dengan bahasa Indonesianya yang indah,Rose mempersilahkan tamu itu
menikmati hidangan ala Nusantaranya tersebut.Rose memasak nasi pecel,bakso,soto
dan pecel lele,tak lupa Rose menyiapkan es teh dan kopi .Ia berbelanja semua
bahan makanan itu di pasar komunitas orang Indonesia yang tinggal di
Belanda.Memang makanan-makanan yang ada di atas meja saat ini adalah makanan
khas Indonesia yang hampir atau paling diminati oleh orang luar negeri.Madame
Yaseline tak lupa sebelumnya menyuruh pembantunya untuk menyiapkan makanan khas
Belanda pula seperti Poffertjes, Oliebollen, Broodje met,dan stamfot.
“Kau
orang Indonesia,terus terang aku jadi teringat dengan negeri khatulistiwa
itu.”Ujar tamu itu dengan tersenyum seorang diri.Belum sempat ia menjawab
pertanyaan itu,masuklah seorang pemuda yang sepertinya tidak asing lagi
baginya.
“Rose?!!????”Pemuda
itu terkejut.
“Edward????!!!!”Rose
tidak kalah terkejutnya.
Sang Nyonya yang dari tadi diam ,akhirnya
bersuara.
“Jadi,kalian sudah saling mengenal?”Ia memandang
kepala Rose dan anak sulungnya itu.
“Maaf Nyonya,tampaknya pekerjaan saya sudah
selesai.”Rose segera mengambil tasnya dan melesat pergi.
“Tunggu,biar ku antar kau pulang.”
“Tidak perlu,aku ingin berjalan kaki saja.”
“Malam-malam seperti ini?Baiklah akan aku temani
kau jalan.”Edward terus mendesak.
Rose
berhenti sesaat mata indahnya memandang tajam kearah pemuda itu dan seolah-olah
ingin menyelami apa yang ada di fikiran pemuda itu sebenarnya.
“Kenapa?”Edward
heran.”Kau tidak percaya padaku?”
Dengan
tenang Rose kembali melangkah,”Bukan itu,aku percaya pada semua orang tetapi
aku tidak percaya dengan iblis yang ada dalam diri mereka.
“Itu wajar mengingat apa yang pernah kau
alami.Aku banyak mendengar dari Mami bahwa kau kemari untuk mencari ibumu.Dan
aku juga telah mendengar kau telah menemukannya dua tahun yang lalu.
“Itu
tidak benar,aku tidak pernah menemukannya.Yang kutemukan hanya pusara
kekalahannya.Orang-orang negerimu telah mengambilnya.Dn ibuku terlalu bodoh
dengan mengakhiri hidupnya dalam kesia-siaan.
Tak
terasa ada butiran air mata yang meleleh.Memori kelam yang telah lama ingin ia
tutup rapat-rapat kembali tersingkap.Ia mengenal ibunya hanya setelah lima
tahun dilahirkan,kemudian ibunya pergi ke Belanda untuk bekerja sebagai
TKW.Tentu saja pada saat itu ibunya memutuskan demikian karena ia merasa bahwa
dengan pekerjaan suaminya yang hanya sebagai seorganyang buruh tani tidak akan
bisa memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.Beliau merasa kehidupan keluarganya
jauh dari kebahagiaan apalagi kemewahan.Namun,setelah tiga tahun merantau
seorang diri di Belanda terdengar kabar bahwa ia telah menikah dengan orang
dari negeri kincir angin tersebut.
“Lalu,apa
yang kau cari disini Rose,bukankah yang kau cari sudah tidak ada?”
“Aku
hanya sedang menunggu mukjizat,berharap ada malaikat yang mau membawaku pulang
ke negeriku dengan penuh kehormatan.Aku ingin berprestasi , menjadi
penulis.Akan kukatakan dengan Bahasa Indonesiaku,segala keindahan negeriku
kepada dunia.Akan kukatakan pada dunia bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budayanya
seperti halnya menghargai dan bangga pada bahasanya.”
“Rose!”Edward
menghentikan langkahnya.
“Apa?”
“Ketika
ku mendengar dari mami tentangmu,sejak itu ku mulai merasakan rasa itu.Semakin
lama semakin tumbuh.Ketika ku melihat kau menari-nari dengan kaki
telanjang seperti orang gila mungkin
kata orang tapi jujur aku suka,tapi seperti ada pesan yang ingin kau sampaikan
lewat setiap gerakannmu itu.Kinipun aku Edward Yan Vansta tetap menyukaimu
bahkan aku mulai mencintaimu.Dan berharap kau.........?
Tiba-tiba
pemuda itu berhenti berkata ketika ketika jemari lentik Rose melayang keras ke
wajahnya.Meninggalkan guratan merah di pipi pemuda itu.Rose tak mengerti dengan
apa yang ia lakukan.Ada kemarahan alam dadanya,ia merasa orang-orang seperti
Edward yang membuat ibunya kalah dan memilih bunuh diri dalam keputus asaan .
Ia
mearasa telah bertindak bodoh yang tidak pernah ia lakukan .Ia sadar bahwa
persoalan hidup tidak akan pernah bisa diselesaikan dengan hanya melarikan diri
daei kehidupan itu sendiri.Pilihannya hanyalah tetap hidup dan untuk keberanian
yang dapat membuat hidup bersama absurditas dengan perasaan bangga dan
terhormat.Seperti para Pahlawan negerinya yang menguatkan hidup mereka dengan
prinsip.Menderita dalam kesunyian serta terbakar oleh kebanggaan pada apa yang
mereka lakukan hingga mati di tangan penguasa negeri ini.
Surabaya,16th of August 2011
Let’s create the best thing to our country as the young generation
Tidak ada komentar:
Posting Komentar